Pages

Senin, 21 Januari 2013

Pengertian, Farmakologi Dan Terapi Obat

Farmakologi adalah ilmu yang mempelajari tentang berbagai macam obat,sifat obat,serta mekanisme kerja obat di dalam tubuh.
Berikut ini Beberapa Farmakologi Dan Terapinya :




ANALGESIK-ANTI PIRETIK, ANALGESIK ANTI-INFLAMASI

1.) PENGERTIAN

Obat Analgesik anti piretik serta obat anti inflamasi non steroid (AINS) merupakan salah satu kelompok obat yang banyak di resepkan dan juga digunakan tanpa resep dokter. Obat-obat ini merupakan suatu kelompok obat yang heterogen, secara kimia. Walaupun demikian obat-obat ini ternyata memiliki banyak persamaan dalam efek terapi maupun efek samping.
Prototip obat golongan ini adalah aspirin, karena itu obat golongan ini sering disebut juga sebagai obat mirip aspirin ( aspirin-like drugs ).Klafikasi kiniawi AINS, tidak banyak manfaat kliniknya, karena ada AINS dari subgolongan yang sama memiliki sifat berbeda, sebaliknya ada obat AINS yang  berbeda subgolongan tetapi memiliki sifat yang serupa.
 Klafikasi yang lebih bermanfaat untuk diterapkan di klinik ialah berdasarkan selektivitasnya terhadap siklooksigenase (COX).

NSAID di bagi menjadi 3 Golongan :

1) AINS COX-nonselektif
- Aspirin
- Indometasin
- Piroksikam
- Ibuprofen
- Naproksen
- Asam mefenamat

2) AINS COX-2-preferential
- Nimesulid
- Meloksikam
- Nabumeton
- Diklofenak
- Etodolak

3) AINS COX-2-selektif

Generasi 1 :
- Selekoksib
- Rofekoksib
- Valdekoksib
- Parekoksib
- Eterikoksib

Generasi 2 :
- Lumirakoksib

Kemajuan penelitian dalam dasawarma terakhir ini memberikan penjelasan mengapa kelompok heterogen tersebut memiliki kesamaan efek samping dan efek terapi. Ternyata sebagian besar efek terapi dan efek sampingnya berdasarkan atas penghambatan biosintesis prostaglandin (PG).


2.) SIFAT DASAR OBAT

2.1. Mekanisme kerja
Mekanisme kerja berhubungan dengan system biosaintesis biosintesis PG mulai dilaporkan pada tahun 1971 oleh Vane dkk yang memperlihatkan secara in vitro bahwa dosis rendah aspirin dan indometasin menghambat produksi enzimetik PG.
Penelitian lanjutan telah membuktikan bahwa produksi PG akan meningkat bilamana sel mengalami kerusakan. Walaupun in vitro obat AINS diketahui menghambat berbagai reaksi biokimia lainnya, hubungannya dengan efek analgesik , anti piretik dan anti inflamasinya belum jelas.
Selain itu obat AINS secara umum tidak umum menghambat biosintesis leukotrien, malah pada beberapa orang sintesis meningkat dan dikaitkan dengan reaksi hipersensitivitas yang bukan berdasarkan pembentukkan antibodi. Golongan obat ini menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakidonat menjadi PGG2 terganggu.
Setiap obat menghambat siklooksigenase dengan kekuatan dan selektivitas yang berbeda. Enzim siklooksigenase tedapat dalam 2 isoform disebut COX-1 dan COX-2. Kedua isoform tersebut dikode oleh gen yang berbeda dan ekspresinya bersifat unik. Secara garis besar COX-1 esensial dalam pemeliharaan berbagai fungsi dalam kondisi normal di berbagai jaringan khususnya ginjal, saluran cerna dan trombosit. Di mukosa lambung, aktivasi COX-1 menghasilkan prostasiklin yang bersifat sitoprotektif.
Siklooksigenase-2 semula diduga diinduksi berbagai stimulus inflamatoar, termasuksitokilin, endotoksin dan factor pertumbuhan (growth factors). Ternyata sekarang COX-2 juga mempunyai fungsi fisiologis yaitu di ginjal, jaringan vaskular dan pada proses perbaikan jaringan.Tromboksan A2, yang disentesis trombosit oleh COX-1 menyebabkan agregasi trombosit, vasokontriksi dan proliferasi otot polos. Sebaliknya prostasiklin (PGl2) yang disintesis oleh COX-2 di endotel makrovaskular melawan efek tersebut dan menyebabkan penghambatan agregasi trombosit, vasodilatasi dan efek anti proliferatif.
Aspirin 166 kali lebih kuat menghambat COX-1 dari pada COX-2. Penghambat COX-2 dikembangkan dalam mencari penghambat COX untuk pengobatan inflamasi dan nyeri yang kurang menyebabkan toksisitas saluran cerna dan pendarahan. Anti-Inflamasi yang tidak selektif dinamakan AINS tradisional (AINSt) .Khusus paracetamol, hambatan biosintesis PG hanya terjadi bila lingkungannya rendah kadar peroksid yaitu di hipotalamus. Lokasi inflamasi biasanya mengandung banyak peroksid yang dihasilkan oleh leukosit.
Ini menjelaskan mengapa efek anti-inflamasi parasetamol praktis tidak ada.Parasetamol diduga menghanbat isoenzim COX-3, suatu variant dari COX-1. COX-3 ini hanya ada di otak. Aspirin sendiri menghambat dengan mengasetilasi gugus aktif serin 530 dari COX-1. Trombosit sangat rentan terhadap penghambatan enzim karena trombosit tidak mampu mensintesis enzim baru.
Dosis tunggal aspirin 40 mg sehari cukup untuk menghambat siklooksigenase trombosit manusia selama masa hidup trombosit, yaitu 8-11 hari. Ini berarti bahwa pembentukkan trombosit kira-kira 10% sehari. Untuk fungsi pembekuan darah 20% aktivitas siklooksigenase mencungkupi sehingga pembekuan darah tetap dapat berlangsung.
INFLAMASI. Fenomena inflamasi pada tingkat bioselular semakin jelas. Respons inflamasi terjadi dalam 3 fase dan diperantarai mekanisme yang berbeda :
1. Fase akut, dengan cirri vasodilatasi local dan peningkatan permeabilitas kapiler.
2. Reaksi lambat, tahap subakut dengan cirri infiltrasi sel leukosit dan fagosit.
3. Fase proliferative kronik, saat degenarasi dan fibrosis terjadi.
  NYERI. PG hanya berperan pada nyeri yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau inflamasi. Penelitian telah membuktikan bahwa PG menyebabkan sensitisasi reseptor nyeri terhadap stimulasi mekanik dan kimiawi.
Jadi PG menimbulka keadaan hiperalgesia, kemudian mediator kimiawi seperti bradiklin dan histamine merangsangnya dan menimbulkan nyeri yang nyata.Obat mirip-aspirin tidak mempengaruhi hiperalgesia atau nyeri yang ditimbulkan oleh efek langsung PG. ini menunjukkan bahwa sintesis PG dihambat oleh golongan obat ini, dan bukannya blockade langsung pada reseptor PG.
DEMAM. Suhu badan diatur oleh keseimbangan antara produksi dan hilangnya panas. Alat pengatur suhu tubuhh berada hipotalamus. Pada keadaan demam keseimbangan ini terganggu tetapi dapat dikembalikan ke normal oleh obat mirip aspirin.
Ada bukti bahwa peningkatan suhu tubuh pada keadaan patologik diawali penglepasan suatu zat pirogen endogen atau sitokin misalnya interleukin-1 (IL-1) yang memacu penglepasan PG yang berlebihan di daerah preoptik hipotalamus.Obat mirip aspirin menekan efek zat pirogen endogen dengan menghambat sintesis PG. Demam yang timbul akibat pemberian PG tidak dipengaruhi, demikian pula peningkatan suhu oleh sebab lain misalnya latihan fisik.


2.2 EFEK FARMAKODINAMIK
Semua obat mirip aspirin bersifat antipiretik, analgesic dan anti-inflamasi. Ada perbedaan aktivitas di antara obat-obat tersebut, misalnya : parasetamol (asetaminofen) bersifat antipiretik dan analgesik tetapi sifat anti-inflamasinya sangat lemah sekali.
EFEK ANALGESIK. Sebagai analgesic, obat mirip aspirin hanya efektif terhadap nyeri dengan intesitas rendah sampai sedang, misalnya sakit kepala, mialgi, artralgia dan nyeri lain yang berasal dari integument, terutama terhadap nyeri yang berkaitan dengan inflamasi.
Efek analgesiknya jauh lebih lebih lemah dari pada efek analgesik opiate. Tetapi berbeda dengan opiate, obat mirip aspirin tidak menimbulkan ketagihan dan tidak menimbulkan efek samping sentral merugikan. Obat mirip aspirin hanya mengubah persepsi modalitas sensorik nyeri, tidak mempengaruhi sensorik lain. Nyeri akibat terpotongnya saraf aferen, tidak teratasi dengan obat mirip aspirin. Sebaliknya nyeri kronis pascabedah dapat diatasi oleh obat mirip aspirin.
EFEK ANTIPIRETIK. Sebagai antipiretik, obat mirip aspirin akan menurunkan suhu badan hanya pada keadaan demam. Walaupun kebanyakan obat ini memperlihatkan efek antipiretik in vitro, tidak semuanya berguna sebagai antipiretik karena bersifat toksik bila digunakan secara rutin atau terlalu lama.
Ini berkaitan dengan hipotesis bahwa COX yang ada di sentral otak terutama COX-3 dimana hanya parasetamol dan beberapa obat AINS lainnya dapat menghambat. Fenilbitazon dan anti reumatik lainnya tidak dibenarkan digunakan sebagai antipiretik atas alasan tersebut.
EFEK ANTI-INFLAMASI. Kebanyakan obat mirip aspirin, terutama yang baru, lebih dimanfaatkan sebagai anti-inflamasi pada pengobatan kelainan muskuloskeletal, misalnya arthritis rheumatoid, osteoarthritis dan spondilitis ankilosa.
Tetapi harus di ingat bahwa obat mirip aspirin ini hanya meringankan gejala nyeri dan inflamasi yang berkaitan dengan penyakitnya secara simtomatik, tidak menghentikan, memperbaiki atau mencegah kerusakan jaringan pada kelainan musculoskeletal ini.

2.3 EFEK SAMPING
Selain menimbulkan efek terapi yang sama AINS juga memiliki efek samping serupa, karena didasari oleh hambatan pada system biosintesis PG. Selain itu kebanyakan obat bersifat asam sehingga lebih banyak terkumpul dalam sel yang bersifat asam, misalnya di lambung, ginjal dan jaringan inflamasi.
Jelas bahwa efek obat maupun efek sampingnya akan lebih nyata di tempat dengan kadar yang lebih tinggi. Secara umum AINS berpotensi menyebabkan efek samping pada 3 sistem organ yaitu saluran cerna, ginjal dan hati. Efek samping yang sering terjadi adalah induksi tukak peptic ( tukak duodenum dan tukak lambung ) yang kadang-kadang disertai anemia sekunder akibat perdarahan saluran cerna.
Beratnya efek samping ini berbeda antar obat. Dua mekanisme terjadinya iritasi lambung ialah :
1.) Iritasi yang bersifat lokal yang  menimbulkan difusi kembali asam lambung ke mukosa dan menyebabkan kerusakan jaringan.
2.) Iritasi atau perdarahan lambung yang bersifat sistemik melalui hambatan biosintesis PGE2 dan PGl2.  kedua PG ini banyak ditemukan dimukosa lambung dengan fungsi menghambat sekresi asam lambung dan merangsang sekresi mukus usus halus yang bersifat sitoprotektif.
Uji klinik menyimpulkan bahwa gangguan saluran cerna penghambat selektif COX-2 lebih ringan dari pada COX-1. Pada dosis terapi naproksen, ibuprofen dan diklofenak termasuk AINS yang kurang menimbulkan gangguan lambung dari pada piroksikam dan indometasin.
Pada beberapa orang dapat terjadi reaksi hipersensitivitas terhadap aspirin dan obat mirip aspirin. Reaksi ini umumnya berupa rhinitis vasomotor , edema angioneurotik, urtikaria luas, asma bronchial, hipotensi sampai keadaan presyok dan syok. Di antara aspirin dan obat mirip aspirin dapat terjadi reaksi hipersensitif silang.
Menurut hipotesis terakhir , mekanisme reaksi ini bukan suatu reaksi imunologik tetapi akibat tergesernya metabolisme asam arakidonat kearah jalur lipoksigenase yang menghasilkan leukotrien. Kelebihan produksi leukotrien inilah yang mendasari terjadinya gejala tersebut.


NAMA GENERIK OBAT : Aspirin, Indometasin, Piroksikam, Ibuprofen, Naproksen, Asam mefenamat, Nimesulid, Meloksikam, Nabumeton

ANTI HISTAMIN

1. PENGERTIAN


1.1 BERDASARKAN SEJARAH
Histamine dihasilkanoleh bakteri yang mengkontaminasi ergot. Pada awal abad ke 19, histamine dapat ddisolasi darijaringan hati da paru-paru segar. Histamin juga di temukan pada berbagai jaringan tubuh, oleh karena itu di beri nama histamine (histos=jaringan).Hipotesis mengenai peran fisiologis histamine didasarkan pada adanya persamaan antara efek histamin dan gejala-gejala syok anafilaktik dan trauma jaringan. Meskipun di dapatkan perbedaan diantara spesies,
pada manusia histamin merupakan mediator yang penting pada reaksi alergi tipe segera (immediate) dan reaksi inflamasi. selain itu histamin memiliki peran penting dalam sekresi asam lambung dan berfungsi sebagai suatu neurotransmitter dan neuromodulator.

1.2 SECARA KIMIA
Histamin merupakan 2-(4-imidazoii) etilamin, didapatkan pada tanaman maupun jaringan hewan serta merupakan komponen dari beberapa racun dan sekret sengatan binatang. Histamin dibentuk dari asam amino L-histidin dengan cara dekarboksilasi oleh enzim histidin dekarboksilase, dan memerlukan piridoksal fosfat sebagai kofaktor.


1.3 FARMAKODINAMIK

MEKANISME KERJA
Histamin bekerja dengan menduduki  reseptor tertentu pada sel yang terdapat pada permukaan membran. Dewasa ini didapatkan 3 jenis reseptor histamin H1, H2, H3. Reseptor  tersebut termasuk golongan receptor yang berpasangan dengan protein G. Pada otak, reseptor H1 dan H2 terletak pada membrane pascasipnatik, sedangkan reseptor H3 terutama prasinaptik.
Aktivasi reseptor H1  , yang terdapat pada endotel dan sel otot polos, menyebabkan kontraksi otot polos, meningkatkan permeabilitas pembuluh darah, dan sekresi mukus. Sebagian dari efek tersebut mungkin diperantarai oleh peningkatan cyclicguanosine monophosphate (cGMP) di dalam sel. Histamine juga berperan sebagai neurotransmitter dalam susunan saraf pusat.
Reseptor H2 didapatkan pada mukosa lambung, sel otot jantung, dan beberapa sel imun. Aktivasi H2 reseptor terutama menyebabkan sekresi asam lambung. Selain itu juga berperan dalam menyebabkan vasodilatasi dan flushing. Histamin menstimulasi sekresi asam lambung, meningkatkan kadar c AMP dan menurunkan kadar c GMP , sedangkan antihistamin H2 menghambat efek tersebut. Pada otot polos bronkus aktifasi reseptor H1 oleh histamin menyebabkan bronkokontriksi, sedangkan aktivasi reseptor H2 oleh agonis reseptor H2 akan menyebabkan relaksasi.
Reseptor H3 berfungsi sebagai penghambat umpan balik pada bebagai system organ. Aktivasi reseptor H3 yang didapatkan di beberapa daerah di otak mengurangi penglepasan transmitter baik histamin maupun norepinefrin, serotonin, dan asetikolin. Meskipun agonis reseptor H3 berpotensi untuk digunakan antara lain sebagai gastroprotektif, dan antagonis reseptor H3 antara lain berpotensi untuk digunakan sebagai anti obesitas, sampai saat ini belum ada agonis maupun antagonis reseptor H3 yang diizinkan digunakan di klinik.

SISTEM KARDIOVASKULAR. Dilatasi kapiler.
Efek histamin yang terpenting pada manusia ialah dilatasi kapiler (arteriol dan venul) , dengan akibat kemerahan dan rasa panas diwajah (blushing area), menurunnya resitensi perifer dan tekanan darah. Afinitas histamin terhadap reseptor H1 amat kuat, efek vasodilatasi cepat timbul dan berlangsung singkat.
Sebaliknya pengaruh histamin terhadap reseptor H2 , menyebabkan vasodilatasi yng timbul lebih lambat dan berlangsung lebih lama. Akibatnya, pemberian AH1 dosis kecil hanya dapat menghilangkan efek dilatasi oleh histamin dalam jumlah kecil. Sedangkan efek histamin dalam jumlah lebih besar hanya dapat dihambat oleh kombinasi AH1 dan  AH2.
Permeabilitas kapiler.
Histamin meningkat permeabilitas kapiler dan ini merupakan efek sekunder terhadap pembuluh darah kecil. Akibatnya protein dan cairan plasma keluar keruangan ekstrasel dan menimbulkan edema. Efek ini jelas disebabkan oleh peranan histamin terhadap reseptor H1.
Triple response
Bila histamin disuntikan intradermal pada manusia akan timbul tiga tanda khas yang disebut triple response dari lewis, yaitu :
1.) Bercak merah setempat beberapa mm sekeliling tempat suntikan yang timbul beberapa detik setelah suntikan. Hal ini disebabkan oleh dilatasi lokal kapiler , venul dan arteriol terminal akibat efek langsung histamin. Daerah tersebut dalam 1 menit menjadi kebiruan atau tidak jelas lagi karena adanya edema.
2.) Flare , berupa kemerahan yang lebih terang dengan bentuk tidak teratur dan menyebar ± 1-3 cm sekitar bercak awal. Ini disebabkan oleh dilatasi arteriol yang berdekatan akibat refleks akson.
3.) Edema setempat (wheal) yang dapat dilihat setelah 1-2 menit pada daerah bercak awal. Edema ini menunjukkan meningkatnya permeabilitas oleh histamin.
Pembuluh darah besar.
Histamine cenderung menyebabkan konstriksi pembuluh darah besar yang intesitasnya berbeda antar spesies. Pada binatang pengerat, kontriksi juga terjadi pada pembuluh darah yang lebih kecil, bahkan pada dosis yang besar vasokontriksi menutupi efek vasodilatasi kapiler sehingga justru terjadi peningkatan resistensi perifer.
Jantung.
Histamin mempengaruhi langsung kontraktilitas dan elektrisitas jantung. Obat ini mempercepat depolarisasi diastole di nodus SA sehingga frekuensi denyut jantung meningkat. Histamin memperlambat konduksi AV , meningkatkan automatisitas jantung sehingga pada dosis tinggi dapat menyebabkan aritmia. Semua efek ini terjadi melalui perangsangan reseptor H1 di jantung, kecuali perlambatan konduksi AV yang terjadi lewat perangsangan reseptor H2.
Tetapi dosis konvensional histamin IV tidak menimbulkan efek yang nyata terhadap jantung. Bertambahnya frekuensi denyut jantung dan curah jantung pada pemberian infuse histamin disebabkan oleh refleks kompensasai terhadap penurunan tekanan darah.
Tekanan darah.
Pada manusia dan beberapa spesies lain, dilatasi arteriol dan kapiler akibat histamin dosis sedang menyebabkan penurunan tekanan darah sistemik yang kembali normal setelah terjadi refleks kompensasi atau setelah histamin dihancurkan. Bila dosis histamin sangat besar maka hipotensi tidak dapat diatasi dan dapat terjadi syok histamin.
OTOT POLOS NONVASKULAR.
Histamin merangsang atau menghambat kontraksi berbagai otot polos. Kontraksi otot polos terjadi akibat aktivasi reseptor H1, sedangkan relaksasi otot polos sebagian besar akibat aktivasi reseptor H2. Pada orang sehat bronkokontriksi akibat histamin tidak begitu nyata, tetapi pada pasien asma bronchial dan penyakit paru lain efek ini sangat jelas. Histamin pada uterus manusia tidak menimbulkan efek oksitosik yang berarti.

KELENJAR EKSOKRIN.  Kelenjar lambung.
Histamin dalam dosis lebih rendah yang berpengaruh terhadap tekanan darah akan meningkatkan sekresi asam lambung. Komposisi cairan lambung ini berbeda-beda antar spesies dan pada berbagai dosis. Pada manusia, dosis menyebabkan pengeluaran pepsin, dan faktor intrinsic Castle bertambah sejalan dengan meningkatnya sekresi HCL.
Ini akibat perangsangan langsung terhadap sel pariental melalui reseptor H2. Perangsangan fisiologis ini melibatkan juga asetilkolin yang dilepaskan selama aktivitas vagus, dan gastrin. Maka setelah vagotomi atau pemberian atropin , efek histamin akan menurun. Setelah itu blockade reseptor H2 tidak hanya menghambat produksi asam lambung , tetapi juga mengurangi efek gastrin atau aktivitas vagal.

Kelenjar lain.
Histamin meninggalkan sekresi kelenjar liur, pancreas, bronkus dan air mata tetapi umumnya efek ini lemah dan tidak tetap.

UJUNG SARAF SENSORIS. Nyeri dan gatal.
Flare oleh histamin disebabkan oleh pengaruhnya pada ujung saraf yang menimbulkan refleks akson. Ini merupakan kerja histamin merangsang reseptor H1 diujung saraf sensoris. Histamin intradermal dengan cara goresan, suntikan atau iontoforesis akan menimbulkan gatal, sedangkan pemberian SK terutama dengan dosis lebih tinggi akan menimbulkan nyeri disertai gatal.


MEDULA ADRENAL DAN GANGLIA
Rangsang ujung saraf sensoris, histamin dosis besar juga langsung merangsang sel kromafin medulla adrenal dan sel ganglion otonom. Pada pasien feokromositoma pemberian IV histamin akan meningkatkan tekanan darah.


1.4 HISTAMIN ENDOGEN
Histamin berperan penting dalam fenomena fisiologis dan patologis terutama pada anafilaksis, alergi, trauma, dan syok. Selain itu terdapat bukti bahwa histamin merupakan mediator terakhir dalam respons sekresi cairan lambung. Histamin juga berperan dalam regulasi mikrosirkulasi dan dalam fungsi SSP.

DISTRIBUSI
Histamin terdapat pada hewan antara lain pada bisa ular, zat bercun, bakteri dan tanaman. Hampir semua jaringan mamalia mengandung  prekusor histamin. Kadar histamin paling tinggi ditemukan pada kulit, mukosa usus dan paru-paru.

SUMBER,SINTESIS DAN PENYIMPANAN.
Histamin yang berasal dari makanan atau yang dibentuk bakteri usus bukan merupakan sumber histamin endogen karena sebagian besar histamin ini di metabolisme dalam hati, paru-paru serta jaringan lain dan dikeluarkan melalui urin. Setiap sel jaringan mamalia yang mengandung histamin , misalnya leukosit, dapat membentuk histamin dari histidin.
Enzim penting untuk sintesis histamin ialah L-histidin dekarboksilase. Depot utama histamin ialah sel mast dan juga basofil dalam darah. Histamin disimpan sebagai kompleks dalam heparin dalam darah. Histamin disimpan sebagai kompleks dalam heparin dalam secretory granules.
Histamin dalam bentuk terikat tidak aktif, tetapi banyak stimulus yang dapat memicu penglepasan histamin sel mast untuk selanjutnya mempengaruhi jaringan sekitarnya. Laju malih (turn over) histamin dalam depot ini lambat. Apabila terjadi kekosongan, baru setelah beberapa minggu dapat terisi kembali.
Histamin non-sel mast di dapatkan antara lain di otak, di mana histamin berfungsi sebagai neurotransmitter dalam berbagai fungsi otak, seperti control neuroendokrin, regulasi kardiovaskular, regulasi panas, dan arousal. Histamin juga disimpan dan dilepaskan sel seperti enterokromafin dibagian fundus lambung, dan histamin yang dilepaskan mengaktivasi sel pariental mukosa lambung untuk memproduksi asam lambung. Histamin juga terdapat dalam jumlah besar di sel epidermis dan mukosa usus dengan laju malih yang cepat.

Penglepasan Histamin Dan Zat Kimia Obat.
Banyak obat atau zat kimia bersifat antigenic sehingga akan melepaskan histamine dari sel mast dan basofil. Zat-zat tersebut ialah :
1.) Enzim kimotripsin, fasfolipase dan tripsin.
2.) Beberapa surface active agents misalnya deterjen, garam empedu dan lisolesitin.
3.) Racun dan endotoksin.
4.) Polipeptida alkali dan ekstrak jaringan.
5.) Zat dengan berat molekul tinggi misalnya ovomukoid, zimosan, serum kuda, ekspander plasma dan polivinilpirolidon.
6.) Zat bersifat basa, misalnya morfin, kodein, antibiotik, meperidin, stilbamidin, propamidin, dimetiltubokurarin, d-tubokurarin.
7.) Media kontras.
Pembebas histamin yang banyak diteliti ialah 48/80. Beberapa detik setelah pemberian 48/80 IV pada manusia akan timbul gejala seperti terbakar dan gatal-gatal. Gejala ini nyata pada telapak tangan, muka, kulit kepala dan telinga, diikuti dengan rasa panas. Kemerahan kulit segera meluas ke seluruh badan. Tekanan darah menurun, frekuensi jantung bertambah, timbul sakit kepala berat. Setelah beberapa menit tekanan darah kembali normal, dan timbul edema terutama di daerah abdomen dan toraks disertai kolik, mual, hipersekresi asam lambug dan bronkospasme.

Penglepasan Histamin Oleh Sebab Lain.
Proses fisik seperti mekanik, termal atau radiasi cukup untuk merusak sel terutama sel mast yang akan melepaskan histamin. Hal ini terjadi misalnya pada cholinergic urticaria, solar urticaria, dan cold urticaria. Pada beberapa orang, pendinginan akan menyebabkan kemerahan lokal, flare, gatal-gatal dan edema.

Pertumbuhan Dan Perbaikan Jaringan.
Histamin banyak dibentuk di jaringan yang sedang bertumbuh cepat atau sedang dalam proses perbaikan, misalnya pada jaringan embrio, regenerasi hati, sumsum tulang, luka, jaringan granulasi dan perkembangan keganasan pada berbagai spesies terutama tikus. Histamin yang berbentuk ini disebut nascent histamine; tidak ditimbun tetapi berdifusi bebas. Penghambatan histidi dekarboksilase akan menghambat perkembangan janin pada tikus. Sebaliknya obat yang meningkatkan kapasitas pembentukkan Histamin akan mempercepat penyembuhan luka. Nascent histamine di duga juga berperan dalam proses anabolic.


1.5 HISTAMIN EKSOGEN

Histamin eksogen bersumber dari daging dan bakteri dalam lumen usus dan kolon yang membentuk histamin dari histidin. Sebagian histamin ini diserap kemudian sebagian besar akan dihancurkan dalam hati, sedangkan sebagian kecil masih sitemukan di arteri tetapi jumlahnya terlalu rendah untuk merangsang sekresi lambung. Pada pasien sirosis hepatis, kadar histamin dalam darah arteri akan meningkat setelah makan daging, sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya lunak peptik.

FARMAKOKINETIK.
 Histamin diserap secara baik setelah pemberian SK atau IM. Efeknya tidak ada karena histamin cepat dimetabolisme dan mengalami difusi kejaringan. Histamin yang diberikan oral tidak efektif karena diubah oleh bakteri usus (E.coil) menjadi N-asetil-histamin yang tidak aktif. Sedangkan histamin yang diserap diinaktivasi dalam dinding usus dan hati.
Pada manusia ada 2 jalan utama dalam metabolisme histamin , yaitu :
1.) Metilasi oleh histamin-N-metiltransferase menjadi N-metilhistamin; N-metilhistamin oleh MAO diubah menjadi asam N-metil imidazol asetat.
2.) Deaminasi oleh histaminase atau diaminoksidase yang nonspesifik menjadi asam imidazol asetat dan mungkin juga dalam bentuk konjugasinya dengan ribose. Metabolit yang terbentuk akan di ekresi dalam urin.

 INTOKSILASI.
Keracunan histamin jarang terjadi dan bila tejadi karena takar lajak. Gejala utama berupa vasodilatasi umum, tekanan darah turun sampai syok, gangguan penglihatan dan sakit kepala (histamine cephalgia). Sakit kepala ini biasanya sebelah, hilang timbul, terutama terjadi pada malam hari, disertai lakrimase dan rinore ipsilateral. Juga dapat terjadi muntah, diare, rasa logam, sesak napas dan bronkospasme. Pengobatan keracunan histamin yang paling baik ialah dengan memberikan adrenalin. AH1 hanya bermanfaat bila diberikan setengah jam sebelum keracunan terjadi.
INDIKASI.
Histamin digunakan untuk beberapa prosedur diagnostik :
1.) Penetapan sekresi asam lambung. Basa Histamin 0.3-0,7 mg diberikan SK sesudah puasa 1 malam, setelah 60-90 menit akan terjadi sekresi yang maksimal. Pada penyakit achylia gastric vera, anemia pernisiosa, gastritis atrofik atau korsinoma lambung, sekresi asam lambung tidak terjadi atau berkurang. Pada tukak duodenum dan sindrom Zollinger-Ellison ditemukan Hipersekresi Asam Lambung dengan tes ini. H2 antagonis misalnya dimaprit dan impromidin bekerja lebih selektif dari histamin dalam mensekresi asam lambung.
2.) Tes intregitas serabut saraf sensoris pada kelainan neurologis dan lepra. Penyuntikan intradermal histamin akan menimbulkan flare melalui refleks akson.
3.) Inhalasi histamine juga digunakan untuk menilai reaktifitas bronkus.
4.) Diagnosis feokromositoma. Histamin 0,025-0,05 mg IV sewaktu tekanan darah turun akan meninggikan tekanan darah. Peninggian tekanan darah ini disebabkan karena histamin merangsang medulla adrenal sehingga adrenalin dilepaskan dalam jumlah besar.

KONTRA INDIKASI DAN EFEK SAMPING.
Histamin tidak boleh diberikan pada pasien asma bronchial atau hipotensi. Dosis kecil histamin 0,01 mg/kgBB SK untuk tes sekresi asam lambung akan menimbulkan kemerahan diwajah, sakit kepala dan penurunan tekanan darah. Hipotensi ini biasanya bersifat postrural (hipotensi ortotastik) dan pulih sendiri bila pasien dibaringkan.
SEDIAAN. Histamin fosfat
Tersedia sebagai obat suntik yang mengandung 0,275 atau 0,55 mg/mL (sesuai dengan 0.1.0.2 mg dan 2,75 mg/Ml Histamin basa).
2.ANTI HISTAMIN

Sewaktu diketahui bahwa Histamin memepengaruhi banyak proses fisiologik dan patologik, maka dicarikan obat yang dapat mengantagonis efek Histamin. Epinefrin merupakan antagonis fisiologik pertama yang digunakan. Antara tahun 1937-1972, beratus-ratus antihistamin ditemukan dan sebagian digunakan dalam terapi tetapi efeknya tidak banyak berbeda.
Antihistamin misalnya antergan, neoantergan, difenhidramin dan tripelenamin dalam dosis terapi efektif untuk mengobati edema, eritem dan pruritus tetapi tidak dapat melawan efek hipersekresi asam lambung akibat Histamin. Antihistamin tesebut digolongkan dalam antihistamin penghambat reseptor H1 (AH1).
Sesudah tahun 1972, ditemukan kelompok antihistamin baru, yaitu burinamid, mitiamid dan simetidin yang dapat menghambat sekresi asam lambung akibat Histamin. Kedua jenis antihistamin ini bekerja secara kompetetif, yaitu dengan menghambat antihistamin dan reseptor Histamin H1 dan H2.

2.1 ANTAGONIS RESEPTOR H1 (AH1)
FARMAKODINAMIK
Antagonis terhadap Histamin. AH1 menghambat efek Histamin pada pembuluh darah, bronkus dan bermacam-macam otot polos. Selain itu AH1 bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai penglepasan Histamin endogen yang berlebihan.
Otot polos. Secara umum AH1 efektif menghambat kerja Histamin pada otot polos usus dan bronkus. Bronkokontriksi akibat Histamin dapat dihambat oleh AH1 pada percobaan  dengan marmot.
Permeabilitas kapiler. Peninggian permeabilitas kapiler dan edema akibat Histamin, dapat dihambat dengan efektif oleh AH1.
Reaksi anafilaksis dan alergi. Reaksi anafilaksis dan reaksi alergi refrakter terhadap pemberian AH1, karena disini bukan Histamin saja yang berperan tetapi autakoid lain yang dilepaskan. Efektifitas AH1 melawan beratnya reaksi hipersensitivitas berbeda-beda tergantung beratnya gejala akibat Histamin.
Kelenjar eksogrin. Efek perangsangan Histamin terhadap sekresi cairan lambung tidak dapat dihambat oleh AH1. AH1 dapat mencegah asfiksi pada marmot akibat Histamin, tetapi hewan ini mungkin mati karena AH1 tidak mencegah perforasi lambung akibat Hipersekresi cairan lambung. AH1 dapat menghambat sekresi saliva dan sekresi kelenjar eksokrin lain akibat Histamin.
Susunan saraf pusat. AH1 dapat merangsang maupun menghambat SSP. Efek perangsangan yang kadang-kadang terlihat dengan dosis AH1 biasanya ialah Insomnia, gelisah, dan eksitasi. Efek perangsangan ini juga dapat terjadi pada keracunan AH1. Dosis terapi AH1 umumnya dapat menyebabkan penghambatan SSP dengan gejala misalnya kantuk, berkurangnya kewaspadaan, dan waktu reaksi yang lambat.
Anestetik lokal. Beberapa AH1 bersifat anestetik lokal dengan intesitas berbeda. AH1 yang baik sebagai anestetik lokal adalah prometazin dan pirilamin. Akan tetapi untuk menimbulkan efek tersebut dibutukan kadar yang beberapa kali lebih tinggi dari pada sebagai antihistamin.
Antikolinergik. Banyak AH1 bersifat mirip atropine. Efek ini tidak memadai untuk terapi, tetapi efek antikolinergik ini dapat timbul pada beberapa pasien berupa mulut kering, kesukaran miksi dan impotensi. Terfenadin dan astemizol tidak berpengaruh terhadap reseptor muskarinik.
Sistem kardiovaskular. Dalam dosis terapi, AH1 tidak memperlihatkan efek yang berarti pada Sistem kardiovaskular. Beberapa AH1 memperlihatkan sifat seperti kuinidin pada konduksi miokard berdasarkan sifat anestetik lokalnya.
FARMAKOKINETIK
Setelah pemberian oral atau parenteral, AH1 diabsorpsi secara baik. Efeknya timbul 15-30 menit setelah pemberian oral dan maksimal setelah 1-2 jam. Lama kerja AH1 generasi 1` setelah pemberian dosis tunggal umumnya 4-6 jam, sedangkan beberapa derivate piperizin seperti meklizin dan hidroksizin memiliki masa kerja yang lebih panjang, seperti juga umumnya antihistamin generasi 2.
Difenhidramin yang diberikan secara oral akan mencapai kadar maksimal dalam darah setelah kira-kira 2 jam, dan menetap pada kadar tersebut untuk 2 jam berikutnya, kemudian di eliminasi dengan masa paruh kira-kira 4 jam. Kdar tertinggi terdapat pada paru-paru sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot dan kulit kadarnya lebih rendah.
Tempat utama Biotransformasi AH1 ialah hati, tetapi dapat juga pada paru-paru dan ginjal. Tripelenamin mengalami hidroksilasi dan konjugasi, sedangkan klorsiklizin dan siklizin terutama mengalami demetilasi. Hidroksizin merupakan prodrug, dan metabolit aktif hasil karboksilasi terfenadin. AH1 diekresi melalui urin setelah 24 jam, terutama dalam bentuk metabolitnya.
INDIKASI. AH1 berguna untuk pengobatan simtomatik berbagai penyakit alergi dan mencegah atau mengobati mabuk perjalanan.
Penyakit alergi. AH1 berguna untuk mengobati alergi tipe eksudatif akut misalnya pada polinosis dan urtikaria. Efeknya bersifat paliatif, membatasi dan menghambat efek Histamin yang dilepaskan suwaktu reaksi antigen-antibodi terjadi. AH1 tidak berpengaruh terhadap intensitas reaksi antigen-antibodi terjadi. AH1 tidak berpengaruh terhadap intensitas reaksi antigen-antibodi yang merupakan penyebab berbagai gangguan alergik. Keadaan ini hanya bisa diatasi dengan menghindari allergen, desensitilasi atau menekan reaksi tersebut dengan kortikosteroid.
AH1 tidak dapat melawan reaksi alergi akibat peranan autokoid lain. Asma bronchial terutama disebabkan oleh SRS-A atau leukotrien, sehingga AH1 saja tidak efektif. AH1 dapat mengatasi asma bronchial ringan bila diberikan sebagai profilaksis. Untuk asma bronchial berat, aminofilin, epinefrin dan isoproterenolol merupakan pilihan utama. Pada reaksi anafilaktif, AH1 hanya merupakan tambahan dari epinefrin yang merupakan obat terpilih. Pada angioedema berat dengan edema laring, efinefrin juga paling baik hasilnya.
AH1 dapat menghilangkan bersin, rinore dan gatal pada mata, hidung dan tenggorokan pada pasien seasonal hay fever. AH1 efektif terhadap alergi yang disebabkan debu, tetapi kurang efektif bila jumlah debu banyak dan kontaknya lama. Kongesti hidung kronik lebih refrakter terhadap AH1. AH1 tidak efektif pada rhinitis vasomotor. Manfaat AH1 untuk mengobati batuk pada anak dengan asma diragukan, karena AH1mengentalkan sekresi bronkus sehingga dapat menyulitkan ekspektorasi. AH1 efektif untuk mengatasi urtikaria akut, sedangkan urtikaria kronik hasilnya kurang baik. Kadang-kadang AH1 dapat mengatasi dermatitis kontak, dan gigitan serangga. Reaksi tranfusi darah tipe nonhemolitik dan nonpirogenik ringan dapat diatasi dengan AH1. Demikian juga reaksi alergi seperti gatal-gatal, urtikaria dan angiodema umumnya dapat diobati dengan AH1.
EFEK SAMPING. Pada dosis terapi , semua AH1 menimbulkan efek samping walaupun jarang bersifat serius dan kadang-kadang hilang bila pengobatan diteruskan.  Terdapat variasi yang besar dalam toleransi terhadap obat antar individu ,kadang – kadang efek samping ini sangat menganggu sehingga terapi perlu dihentikan. Efek samping yang paling sering  ialah sedasi ,yang justru menguntungkan pasien yang dirawat  di RS atau pasien yang perlu banyak tidur. Tetapi efek ini menganggu bagi pasien yang memerlukan kewaspadaan tinggi sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya kecelakaan. Pengurangan dosis atau penggunaan AH1 jenis lain mungkin dapat mengurangi efek sedasi ini. Astemizol , terfenadin ,loratadin tidak atau kurang menimbulkan sedasi.
Pemberian terfenadin atau astemizol dosis terapi bersama ketokonazol ,itrakonazol , atau antibiotik golongan makrolid seperti eritromisin dapat mengakibatkan terjadinya perpanjangan interval QT dn mencetuskan terjadinya aritmia vertikel (torsades de pointes) yang mungkin fatal. Keadaan ini disebabkan karena antimikroba di atas menghambat metabolisme terfenadin atau astemizol oleh enzim CYP3A4 sehingga terjadi peningkatan kadar antihistamin di dalam darah. Karena interaksi yang berbahaya tersebut maka terfenedin dan astemizol dikontraindikasikan pemberianya pada pasien dengan penyakit hati .
PENGOBATAN. Pengobatan diberikan secara sistomatik dan suportif karena tidak ada antidotum spesifik. Depresi SSP oleh AH1 tidak sedalam yang ditimbulkan oleh barbiturat . pernapasan biasanya tidak mengalami gangguan yang berat dan tekanan darah dapat dipertahankan secara baik. Bila terjadi gagal napas , maka dilakukan napas buatan, tindakan ini lebih baik daripada memberikan analeptik yang justru  akan mempermudah timbulnya konvulsi. Bila terjadi konvulsi , maka diberikan thiopental atau diazepam.
PERHATIAN. Sopir atau pekerja yang memerlukan kewaspadaan yang menggunakan AH1 harus diperingatkan tentang kemungkinan timbulnya kantuk. Juga AH1 sebagai campuran pada resep , harus digunakan degan hati – hati karena efek AH1 bersifat aditif dengan alcohol , obat penenang atau hipnotik sedatif.

0 komentar:

Posting Komentar

Mochamad Dicky Sulaiman. Diberdayakan oleh Blogger.